Senin, 07 Februari 2011

TERKADANG... PILIHAN YANG TERBAIK BELUM TENTU YANG TERENAK


Entah bagaimana saya harus memulai cerita ini, yang jelas, saya mengambil judul ini dari pengalaman saya Senin lalu, tepatnya pada tgl 24 Januari 2011.

Beberapa minggu ini, saya merasa tidak bersemangat sekali dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Memang, saat ini ada beberapa tekanan (bahasa kerennya dalam Psikologi adalah Stress) baik dari Fisik, Pikiran dan perasaan. Pagi itu saya sangat tidak enak ati untuk memulai aktivitas hari itu. “Walaupun gak semangat, saya harus tetap menebar semangat untuk anak-anak didikq”. Itulah satu2nya senjata ampuh saya untuk tetap membangkitkan kembali semangat, dan meluncurlah saya dengan mengendarai Beatty (motor Beat Putih kesayangan saya) menuju sekolahan saya yang berjarak kurang lebih 25 Km jauhnya (Dari rumah saya Sidoarjo sampe Perak, Ujung Utara kota Surabaya).

Alhamdulillah... akhirnya pekerjaan hari itu berhasil saya lalui dengan mulus. Namun... entah kenapa, untuk pulang ke rumah kok rasanya “aras2en” yack? Setelah kedua partnert saya bersiap-siap pulang, akhirnya saya pun memutuskan untuk pulang.

Sampai di parkiran, ternyata langit mendung dan hujan rintik-rintik turun. Akhirnya saya putuskan untuk memakai mantel karena saya lihat langit sebelah selatan mendung tebal. Dan... ternyata keputusan saya untuk memakai mantekl sangatlah tepat. Karena baru sampai JMP saja hujan tiba-tiba semakin deras.

Jalan Rajawali yang saya lalui biasanya sangat macet, banyak becak, sepeda onthel dan orang-orang berlalu lalang kali ini sangat sepi dan lengang karena derasnya hujan yang turun. Saya pun meluncur dengan tenang, walaupun terkadang sesekali pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang sedang mengganggu saya akhir-akhir ini datang. Saya mencoba mengalihkan dan kembali berkonsentrasi.

Setiba di Jalan Pahlawan, saya tetap meluncur anteng di jalur tengah. Jalan ini ada tiga jalur. Jalur kanan untuk kendaraan yang akan memutari tugu pahlawan, jalur tengah untuk kendaraan yang lurus, dan jalur kiri untuk kendaraan yang akan belok kiri. Karena saya akan berjalan lurus, maka saya tetap berada di jalur lurus. Lagi asyik-asyiknya meluncur, tiba-tiba dari arah kiri saya melihat ada sebuah motor yang awalnya berjalan lurus, tapi entah kenapa ia tiba-tiba serong ke kanan. Motor itu tiba-tiba mendekati saya tanpa memberi aba-aba ataupun rating lampu terlebih dahulu.
Dengan sigap saya membaca kejadian itu, saya perkirakan jika saya tetap meluncur dengan kecepatan yang konstan seperti ini, beberapa meter ke depan pasti bakalan terjadi kecelakaan dahsyat yang mengancam jiwa saya dan pengendara motor tersebut. Jika saya memilih untuk mengerem mendadak, bisa-bisa terjadi tabrakan beruntun di belakang saya. Jika saya banting kemudi ke kanan secara tiba-tiba pun pasti akan lebih banyak lagi korban. Namun.. jika saya berusaha mengurangi kecepatan secara perlahan-lahan dan mengklakson dia dengan maksud memberitahu bahwa ada motor di sebelahnya, mungkin dia akan mengurangi kecepatannya dan kami berdua bisa selamat. Tapi kemungkinan buruknya.. jika dia tetap dalam keadaan ngebut seperti itu, maka salah satu diantara kami pasti akan ada yang terjatuh.
Pilihan yang terakhir itu yang saya ambil. Dengan cepat saya membunyikan klakson dan mengerem. Dan ternyata... CIIIIIIIITTTT..................... GUBRAAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKK
Badan saya terhempas ke aspal di jalan depan tugu Pahlawan. Dengan kaki kanan saya tertindih Beatty. Ditengah hujan deras yang mengguyur dan ribetnya mantel yang saya kenakan, dalam posisi terkapar saya mencoba untuk mengangkat motor saya. Tapi tidak kuat. Saya menjerit kesakitan, namun karena mulut tertutup slayer dan ditambah dengan backsound derasnya hujan dan suara klakson dimana-mana, tak ada satupun orang yang mendengarnya. Kaki saya semakin sakit, tak tahan lagi, tiba-tiba pandangan saya gelapp.... gelapp..... dan gelapp....


Jalan raya di sekeliling tugu pahlawan yang rawan kecelakaan

Saya membuka mata dan ternyata saya sudah berada di sebuah pos satpol PP.
“Mbak... mbak sudah sadar? Saya melihat kejadian itu” Kata seorang satpol PP.
Masih dengan mengucek-ucek mata saya bertanya “Saya ada di mana ini mas?"
"Mba ada di Pemprov.. mba aman disini"
Kepala masih pusing karena benturan keras yang saya alami, saya sendiri tidak menyangka akan dibawa ke tempat ini. Mau tidak mau saya harus menghubungi seseorang yang selama ini susah sekali untuk bertemu. Kini dengan mudahnya bertemu dengan dia dengan keadaan seperti ini.
"Dimana motor yang menabrak saya mas? Apa dia selamat?”
“ Wah.. dia tidak jatuh sama sekali mba. Hanya sempet oleng sedikit kemudian sudah kabur. Mbak... untung mbak ngerem pelan-pelan. Seandainya mbak masih tetep ngebut, pasti orang itu dan mbak ga hanya jatuh. Tapi tabrakan dahsyattt”
Alhamdulillah... walaupun kaki saya terluka dan tempurung lutut saya bergeser yang menyebabkan hingga detik ini saya belum bisa berjalan dengan normal, paling tidak, itu adalah keputusan terbaik yang saya ambil. Dalam kondisi yang tidak ada pilihan lain lagi. Walaupun tidak enak kerena harus menjerit-jerit kesakitan menjalani terapi pijet rutin untuk mengembalikan posisi tempurung lutut yang bergeser dan kaki bengkak, akan lebih tidak enak lagi jika tubuh saya berlumuran darah dan patah tulang karena mengambil keputusan yang salah pada saat itu...

px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150p

Note: Thx so much untuk seseorang di Pemprov sana yang masih peduli denganku, menolongku dan mengantarkanku pulang.