Rabu, 17 Maret 2010

”Papa, kembalikan tangan Ita.........“ (sebuah pembelajaran tentang tindakan)


Sebuah kisah yang saya kutip dari sebuah blog, dan saya fordward dari note seorang teman. Semoga bisa kita ambil hikmahnya untuk dijadikan pengalaman dan palajaran.

Begini kutipannya:
Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak untuk diasuh pembantu rumah ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun. Sendirian di rumah, dia sering dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja.
Dia bermain diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dibeli papanya, ataupun memetik bunga matahari, bunga kertas dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret semen tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, coretannya tampak jelas. Apa lagi kanak-kanak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena ada perayaan Thaipusam sehingga jalanan macet. Setelah penuh coretan yg sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imajinasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini?" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan 'Tak tahu... !" "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Ita yg membuat itu papa.... cantik kan!" katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa?. Si bapak cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.
Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka2nya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon mau mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Ita demam..." jawab pembantunya ringkas."Kasih minum obat sakit kapala," jawab si ibu.
Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lg pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke hospital karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap doktor memanggil bapak dan ibu anak itu.
"Tidak ada pilihan.." katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah.
"Ia sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah" kata doktor.
Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang suntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran2 melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.
"Papa.. Mama... Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau jahat. Ita sayang papa.. sayang mama." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
"Ita juga sayang Kak Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris.
"Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa ambil.. Ita janji tdk akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi," katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.
*"jika tidak dapat apa yang kita suka...belajarlah utk menyukai apa yang
kita dapat.." *SoMeTiMeS GoOd PeOpLe Do EvIl ThiNgs....
fordward from: Yudha mantebs


Ironis benar kisah ini. Dalam usia Ita, yaitu pada usia 3,5 tarbagi 2 masa, yaitu masa Vital dan masa Estetik. Pada Masa Vital, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Freud menyebutnya sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Sedangkan Masa Estetik; dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui panca inderanya. Pada masa ini panca indera masih sangat peka. Dengan kreativitasnya, Ita menggambar pada mobil ayahnya adalah bentuk pencapaian aktualisasi oleh Ita dalam masa perkembangan ini.

Jika berbicara masalah hukuman (punishment), hukuman sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mendidik (pedagogis). Pada dasarnya, punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik, bukan betrsifat emosional seperti yang dilakukan oleh ayah Ita. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi anak untuk bertindak lebih baik.

Jadi, Ijinkan mereka untuk untuk melalui masa Estetika dengan sempurna, namun harus dengan kontrol yang baik dari pihak orang tua dan tetap dalam jalur yang tepat.




Source: http://ilmu-psikologi.blogspot.com/2009/05/fase-dan-tugas-perkembangan.html
http://blog.isi-dps.ac.id/hendra/?p=175

Rabu, 03 Maret 2010

MISS U PARE, MISS U ALL...

Kemaren (2 maret 2010) saya beberapa kali menerima message dari kawan-kawan lama di Pare. Mereka menanyakan kabar, aktivitas, hingga “Kapan lagi kau belajar ke Pare?”

Hari ini, (3 maret 2010) sayapun menerima seebuah message dari teman dunia maya tentang Pare. Sayapun menjawabnya sebisa mungkin informasi yang saya ketahui tentang Pare.

Belajar Bahasa Asing di kampung Pare, memang memberikan suasana dan kesan tersendiri bagi saya dan teman-teman. Sehingga timbul keinginan untuk kembali menuntut ilmu dan berkumpul bersama teman-teman lagi di alam sejuk nan agamis itu. Namun, apa daya kesibukanlah yang hingga saat ini masih menjadi penghalang terwujudnya niat suci ini (lebayy…). But I’m sure… Altought we can’t meet anymore, We can keep contact until now. U have our mobile phone number and email adreess, Aren’t u? Komunikasi bisa tetap berjalan dengan memanfaatkan tehknologi. Ok, See Ya… ^_^V