Minggu, 03 Mei 2009

JIWA ENTERPRENEURSHIP, jangan pergi dariku!!!


Jum’at 1 Mei 2009, saya mendapat panggilan tes di sebuah perusahaan yang cukup bonafide di kota Surabaya. Saya mendapat giliran panggilan pukul 08.00, dan Alhamdulillah... saya sampai ditempat itu tepat waktu. Tes terbagi dalam 2 tahab. Tahab pertama, psikotes, dilanjutkan dengan tahab interview. Sesampai di ruangan HRD, ternyata peserta tes dibagi menjadi beberapa kelompok. Ketika saya memasuki ruang psikotes, Dari dalam ruangan keluarlah dua orang wanita yang telah selesai mengerjakan psikotes dan menuju ke ruangan manager HRD untuk melanjutkan ke tahab interview. Sayup-sayup saya dengar percakapan ketika mereka diinterview, ternyata mereka adalah lulusan S1 dari sebuah Universitas terkemuka di kota Surabaya. Orang pertama dari jurusan Komunikasi yang melamar sebagai Customer service, sedangnya yang lainnya adalah lulusan S1 Psikologi dari kampus yang sama dan melamar sebagai staff HRD. Wah... ini salah satu saingan saya rupanya. setelah berada di dalam ruang psikotes, masuklah seorang lelaki berjenggot dengan menggunakan kemeja putih cukup rapi dan berbadan tegap. Ehm.... Lelaki itu duduk disebelah saya, dan menyapa saya.

LYDSS
(red : Laki-laki Yang Duduk di Sebelah Saya)
: ” Selamat Pagi mbak, mbaknya ikut tes juga?”
Saya : ” Iya Pak..( red: sebenernya pengen manggil ’mas’ tapi karena ngeliat jenggotnya, sepertinya lebih cocok dipanggil ’bapak’ hehehe...)
LYDSS : ” Mbak melamar sebagai apanya mbak?”
Saya : ” HRD Pak... bapak sebagai apa...?”
LYDSS : ” Waaah... kalau saya sih bagian yang kasar-kasar saja. Saya lulusan S3 sih : SD, SMP, SMA. Hehehe…. Kalau mbak lulusan apa?”
Saya : “S1 Psikologi, pak.”
LYDSS : ” S1? Kenapa mbak ngelamar kerjaan mbak?”

Hah? ”Kenapa ngelamar kerjaan?” Saya tersentak dan mengernyitkan kening. Kok pertanyaan bapak ini agak aneh ya...? ( menurut saya).

Saya : ” Ya... kalau tidak kerja, dari mana saya bisa membiayai hidup? Masa’ mau bergantung sama orang tua terus, pak..”

LYDSS : ” Bukan gitu mbak... maksud saya gini. Saya kan Cuma lulusan SMU. Nah... kalo mbak dan mbak-mabak yang tadi itu (menunjuk kedua orang pelamar yang berada diluar ruangan) kan lulusan S1. Sekarang saya lagi ngelamar kerjaan. Mbak juga. Nah... kenapa setelah saya lulus dari SMU dan mbak lulus dari S1 tidak ada perbedaan? Sama-sama mencari pekerjaan?”
Saya : ” Memang benar kita sama-sama mencari pekerjaan, pak... tapi posisi dan salarynya berbeda, bukan?”
LYDSS : ” Kalo masalah gaji, bisa saja saya mencari gaji yang setaraf dengan gaji mbak seiring dengan jam terbang yang semakin tinggi dan kenaikan jabatan. Nah... kalo sudah begitu. Apa bedanya hayo... antara seorang lulusan SMU dan S1 kalo ujung-ujungnya sama-sama menjadi pencari pekerjaan dan mendapatkan upah yang sama besarnya. Apa ga rugi mbak kuliah lama-lama?”


Haduuuuh... bapak ini semakin memojokkan saya dengan pertanyaan-pertanyaan anehnya. Tapi memang apa yang dia katakan itu benar. Dan sepertinya... saya sudah dapat menangkap arah pembicaraan bapak itu.

Saya : ” Oooo... maksud bapak : seorang lulusan S1 seharusnya lebih unggul dari lulusan SMU di dalam hal pekerjaan? Kalo seorang lulusan SMU mencari pekerjaan, seorang lulusan S1 seharusnya mencip...”
LYDSS : ” Yup, menciptakan pekerjaan!!!”

OMG!! (baca: Oh… My God!!) It’s very inspirating for me!! Kenapa ga kepikiran dari tadi. Berbicara mengenai menciptakan pekerjaan berarti kita berbicara tentang enterpreneurship alias kewirausahaaan.

Semasa kuliah dulu saya sering merealisasikan ” enterpreneurship” itu. Walaupun dimulai dari hal yang kecil-kecil saja. Seperti bisnis bunga hias, jualan jilbab, mengirim tulisan ke majalah, dll. (Red : selengkapnya ada di tulisan saya yang berjudul ” Mahasiswapun Bisa Cari Duit Sendiri”). Didukung dengan teman-teman pergaulan yang kebanyakan memiliki link dan minat yang sama saya dan lahan yang memungkinkan untuk buka usaha membuat peluang semakin terbuka lebar dan sayapun semakin semangat ’45. Tetapi setelah lulus kuliah dan setiap hari selalu disibukkan oleh pekerjaan di kantor, tidak ada lagi kegiatan wirausaha yang saya lalukan. Apalagi sekarang komunitas saya tidak lagi berasal dari kalangan koperasi dan enterpreneur-enterpreneur muda seperti ketika saya kuliah dulu. Seolah hal itu mulai meluntur pada diri saya.

Sebenarnya... sempat terlintas keinginan untuk membuka usaha sampingan selain kerja dikantor. Hanya saja masih terbentur masalah lokasi, waktu dan peluang usaha apa yang akan kita buka. Mo buka counter HP/ toko fotokopi/warnet/ apa lagi ya...? Sekedar untuk gambaran. Tempat tinggal saya berada di sebuah perumahan yang rata-rata penduduknya berada dalam ekonomi menengah keatas. Nah... rata-rata mereka sudah memiliki fasilitas yang lengkap. Mulai dari pulsa HP untuk keluarga, mesin print dan fotokopi pribadi sampai internet yang setiapp hari selalu online. Berbeda dengan lokasi daerah pendidikan yang banyak kos-kosan, daerah tersebut memang merupakan lahan basah bagi para pencari peruntungan. Buka usaha apapun, pasti bisa. Walaupun didaerah itu, mereka juga opunya banyak saingan. Tapi paling tidak... konsumen di daerah seperti itu jauh lebih banyak di banding dengan konsumen di daerah perumahan elite.
Nah... bagi temen-teman yang punya ide sebagai inspirasi untuk saya, saya tunggu masukannya yack... 